UNTUKMU... PENGEMBAN DAKWAH (1)


TUGAS DAKWAH

Kegiatan Outbond Rohis

Mengajak manusia menuju agama Allah merupakan 
salah satu ibadah yang agung, manfaatnya menya-
ngkut orang lain. Bahkan dakwah menuju agama 
Allah merupakan perkataan yang paling baik. Allah
 Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا
 وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada
orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan
amal yang shalih dan berkata: "Sesungguhnya aku 
termasuk orang-orang yang berserah diri".
(Fushshilat:33).

Dakwah mengajak kepada agama Allah merupakan tugas para nabi, maka cukuplah sebagai kemuliaan
bahwa para da’i mengemban tugas para nabi. Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-Nya untuk 
mengatakan, dakwah merupakan jalan Beliau, dengan firmanNya:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَ مَآ أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

"Katakanlah: "Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata (ilmu dan keyakinan). Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk 
orang-orang yang musyrik". [Yusuf:108].

Karena dakwah merupakan ibadah, maka harus dilakukan dengan keikhlasan dan mengikuti Sunnah Nabi
. Sebagaimana telah maklum, dua perkara ini merupakan syarat diterimanya ibadah. Dakwah juga merupa-
kan seruan/syi'ar agama Allah di bumi. Dengan begitu, maka terciptalah kesejahtera'an di bumi.  Yang 
sayogyanya, manusia merupakan khalifah di bumi yang diperintahkan tuk membawa kemakmuran.

IKHLAS DALAM DAKWAH
Seorang da’i harus memurnikan niatnya untuk mengajak kepada agama Allah, semata-mata mencari ridha-
Nya, bukan mengajak kepada dirinya sendiri, kelompoknya, atau pendapat dan fikirannya. Juga tidak 
dengan niat untuk mengumpulkan harta, meraih jabatan, mencari suara, atau tujuan dunia lainnya. Dan 
semata-mata mengumpulkan bekal menuju akhirat dengan melakukan amal shalih. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلَ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

"Sesungguhnya Allah tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni (ikhlas) untuk-
Nya dan untuk mencari wajahNya. [HR Nasa-i, no. 3140. Lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 52; Ahkamul 
Janaiz, hlm. 63].

Oleh karena itulah, Allah memerintahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengatakan, bahwa
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak meminta upah dalam menyampaikan Al Qur`an kepada mereka.
  Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُل لآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

"Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur`an)". Al Qur`an itu tidak
 lain hanyalah peringatan untuk segala umat." [Al An’am : 90].

Karena, jika Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta upah, maka hal itu akan menyebabkan umat
menjadi keberatan dan menjauh. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata di dalam tafsirnya: 
“Yaitu: Aku tidak meminta pajak atau harta dari kamu sebagai upah tablighku dan dakwahku kepada 
kamu; karena itu akan menjadi sebab-sebab penolakan kamu. Tidaklah upahku, kecuali atas tanggungan
 Allah”. [Taisir Karimir Rahman, surat Al An’am : 90].

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَمْ تَسْئَلُهُمْ أَجْرًا فَهُم مِّن مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ

"Ataukah engkau meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang".
(Ath Thur : 40).

Dakwah dengan tanpa meminta upah, itu merupakan bukti kebenaran dakwah tersebut. Allah Azza wa
Jalla mengisahkan tiga rasulNya yang diutus bersama-sama, kemudian semuanya diingkari oleh kaum 
mereka. Selanjutnya:

وَجَآءَ مِنْ أَقْصَا الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْئَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ

"Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota dengan bersegera, ia berkata: "Hai kaumku ikutilah
utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tidak meminta upah (balasan) kepadamu; dan mereka adalah 
orang-orang yang mendapat petunjuk". [Yasin : 20-21].

Nabi-nabi zaman dahulu juga tidak meminta upah kepada kaum mereka. Allah Azza wa Jalla memberita
kan bahwa Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Luth, Nabi Syu’aib -‘alaihimus salam- berkata kepada
 kaumnya masing-masing:
وَمَآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ

"Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari
Rabb semesta alam". [Asy Syu’ara’ ayat 109, 127, 145, 164, 180].

Maka fenomena pada zaman ini, yang sebagian “mubaligh” membuat tarif untuk tablighnya, merupakan
perkara yang menyelisihi syari’at. Sebagian ada yang memasang tarif untuk berceramah di kota yang 
dekat dengan Rp. 500.000,00 setiap jamnya. Jika bersama group musiknya (rebana!) tarifnya meningkat 
menjadi 1.500.000,00. Semakin jauh tempat yang dituju untuk berceramah, semakin tinggi pula tarifnya!

Seandainya yang disampaikan oleh para mubaligh itu merupakan kebenaran, maka memasang tarif dalam
 dakwah itu merupakan kesalahan, apalagi jika yang disampaikan di dalam ceramah-ceramah itu ternyata 
dongeng-dongeng, lelucon-lelucon dan nyanyian-nyanyian yang dibumbui dengan nasihat-nasihat agama,
 maka itu merupakan kemungkaran, walaupun dinamakan dengan nama yang indah. Karena hal
itu bertentangan dengan jalan para nabi dalam berdakwah.

Namun, jika seseorang berdakwah dengan benar dan ikhlas, kemudian dia diberi harta, sedangkan dia
tidak mengharapkannya dan tidak memintanya, tujuannya hanyalah berdakwah, baik dia mendapatkan 
harta itu atau tidak, maka –insya Allah- menerimanya tidak mengapa. Umar Radhiyallahu 'anhu berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِينِي الْعَطَاءَ فَأَقُولُ أَعْطِهِ مَنْ هُوَ أَفْقَرُ إِلَيْهِ مِنِّي فَقَالَ خُذْهُ إِذَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ شَيْءٌ
وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ وَمَا لَا فَلَا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ

"Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan pemberian kepadaku, kemudian aku
mengatakan: “Berikan kepada orang yang lebih miskin daripadaku,” maka Beliau Shallallahu 'alaihi 
wa sallambersabda,”Ambillah itu! Jika datang kepadamu sesuatu dari harta ini, sedangkan engkau tidak
 memperhatikan (yakni mengharapkan, Pen) dan tidak meminta, maka ambillah itu! Dan yang tidak, 
maka janganlah
 engkau mengikuti hawa-nafsumu terhadapnya!" [HR Bukhari, no. 14734].

Dengan demikian maka sepantasnya seorang da’i juga memiliki pekerjaan dan usaha untuk mencukupi
kebutuhannya, sehingga dia tidak menggantungkan kepada umat. Karena sesungguhnya makanan 
terbaik yang dimakan oleh seseorang ialah hasil keringatnya sendiri. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi
 wasallam bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

"Tidaklah seorangpun memakan makanan sama sekali yang lebih baik daripada dia makan dari pekerjaan 
tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Allah, Dawud Alaihissallam, dia makan dari pekerjaan tangannya" 
[HR Bukhari, no. 2072].

Selain ikhlas, di dalam berdakwah wajib mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga
seseorang berdakwah berdasarkan ilmu, hikmah dan kesabaran. Tidak berdakwah dengan bid’ah dan 
kemaksiatan. Karena memang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan panutan terbaik bagi 
umat Islam dalam segala perkara, termasuk di dalam berdakwah menuju agama Allah. Allah Azza waJalla
berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kamu (umat Islam, yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (pahala) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah".
(Al Ahzab:21).

bersambung...next on
Previous
Next Post »