Seragam Yang Robek

Seragam Yang Robek
Seragam Yang Robek


Bismillah . .

Aku terus mengais-ngais mencari sampah yang mungkin masih laku dijual. Ku pilih satu persatu, dan ku masukkan ke dalam keranjang sampah yang telah bawa. Dan setelah penuh, kubawa sampah-sampah tadi kepada para penadah. Ya, itulah pekerjaan yang setiap hari kulakukan. Yang kumulai saat langit masih gelap sampai langit kembali gelap. Walaupun letih terasa, namun ini semua demi memenuhi kehidupan keluarga kami terlebih untuk biaya sekolah putriku.

Putriku adalah anak yang penurut dan baik. Walaupun keluarga kami serba kekurangan, tetapi ia tidak pernah mengeluh sama sekali. Dian putriku memanglah anak yang berbakti kepada orang tua. Walaupun ayahnya sudah meninggal, tetapi itu tidak membuatnya menjadi anak yang pemurung dan juga pembangkang.

Alhamdulillah . . Dengan jerih payahku selama ini dan tentunya dengan kuasa Allah SWT, aku bisa menyekolahkan putriku sampai jenjang SMA. Meski serba kekurangan, tetapi Dian tetap semangat dalam belajar. Dan itupun sudah membuatku merasa bahagia.

Namun suatu ketika, kulihat Dian terlihat murung di kamarnya sambil menatap seragam Putih Abu-Abunya. Kupun mendekati dirinya dan mencoba untuk bertanya. “Kamu kenapa nak ? Kok kelihatan murung begitu ?” tanyaku sambil menedekatinya. Sontak dian kaget dan mencoba menyembunyikan kemurungannya dan bajunya, “Eh ibu. Aku tidak kenapa-kenapa kok bu. Cuma lagi duduk-duduk saja” jawabnya. “Yang benar nak kalau kamu tidak kenapa-napa ?” tanyaku. “Benar buk.” Jawabnya sambil senyum. Setelah ada jawaban pasti, akupun beranjak untuk memasak. Namun tetap saja masih ada hal yang mengganjal dipikiranku.

Karena masih penasaran, akupun mencoba untuk melihat seragam yang tadi dipegangnya. Aku mengendap-ngendap agar Dian yang sedang tertidur tidak terbangun. Setelah beberapa saat akupun berhasil mengambil seragam tersebut. Dan akupun terkejut ketika melihat seragamnya yang ternyata robek cukup lebar. Akupun menangis dalam hati, ku menangis karena seragamnya yang robek dan sikapnya yang diam dan tidak mau membuat aku terbebani. Aku lebih sedih lagi karena kutahu dia masih kelas XI dan akupun tidak ada biaya untuk membelikannya seragam kembali.

Kuberfikir, “Bagaimana Dian mau ke sekolah ? Sedangkan seragamnya saja telah robek. Bagaimana aku akan membelikannya seragam lagi.” Tak terasa sudah hampir semalaman aku menangis karena hal tersebut. Setelah lama merenung, akhirnya kuputuskan untuk mencari sumbangan seragam agar Dian bisa kembali bersekolah. Karena aku tahu bahwa Dian tidak akan diperbolehkan ke Sekolah jika tidak memakai seragam dan tentunya diapun malu jika seragamnya robek.

Seperti biasa, hari ini aku kembali melakukan rutinitas sembari mencari seseorang yang mau menyumbangkan seragamnya. Akupun terus mencari dan bertanya kepada setiap siswi SMA yang lewat. Aku bertanya apakah mereka sudah lulus atau belum dan jika lulus apakah mereka mau menyumbangkan sebuah seragam. Namun hanya harapan palsu yang kudapat. Karena ketika aku menemui siswi yang telah lulus, jawabannya selalu sama. Jawabannya ialah, “Maaf bu, saya tidak bisa menyumbangkan seragam saya. Soalnya seragam saya sudah dicoret-coret untuk kenang-kenangan bu.”

Hatikupun terasa semakin sedih membayangkan jika seandainya putriku tidak bisa sekolah lagi karena tidak mempunyai seragam. Walaupun sudah puluhan siswi yang kutanya, mulai dari yang siswi nakal sampai sholehahpun semuanya sama saja. Seragam mereka sudah penuh corat-coret. Lalu kepada siapa lagi aku harus mencarikan seragam untuk putriku ? Apakah tidak siswi yang seragamnya tidak penuh dengan coretan, yang seragamnya masih bersih dan bisa kami gunakan. Kurasa tidak ada lagi yang seperti itu, walau ia sholehah. Akupun teringat untuk berdo’a kepada Allah SWT agar aku dimudahkan untuk mendapatkan seragam.

Namun seketika akupun dikagetkan oleh seseorang yang menepuk pundakku. “Bu kenapa ? Kok kelihatan murung begitu ?” tanyanya. Kulihat ia adalah seorang siswi yang kukira masih SMA dan dandanannya terlihat sopan. “Eh eh tidak apa-apa kok nak, Cuma ada sedikit masalah saja.” Timpalku. “Masalah apa bu ?”. Akupun menjelaskan bagaimana masalahnya. “Oh begitu bu ? Kebetulan saya sudah lulus SMA bu, dan seragam saya ini memang saya niatkan untuk disumbangkan. Ya walaupun tidak terlalu bagus, namun masih bisa dipakai kok bu.” Jawabnya sembari mengeluarkan seragam Putih Abu-Abu dari tasnya dan menyerahkanya kepadaku.

Akupun menangis bahagia dan memeluk dirinya sebagai tanda terima kasih. “Aku sungguh berterima kasih kepadamu nak. Aku sungguh berterima kasih. Tak kusangka masih ada saja orang baik seperti kamu yang tidak mencorat-coret seragam dan menyumbangkannya. Karena dari tadi pagi semua siswi yang kutanya, seragamnya pasti sudah dicorat-coret. Mau ia nakal atau sholehah ternyata sama saja. Tidak pengaruh jilbabnya.” Seruku.

“Sama-sama bu, tetapi yang lebih pantas untuk diberi terima kasih hanyalah Allah SWT. Allahlah yang telah menjawab do’a ibu tadi. Saya hanyalah makhluk yang serba kekurangan. Dan maaf bu, sebenarnya sholehah atau tidaknya seseorang memang tidak bisa dilihat dari luarnya. Namun seortang Muslimah memang diwajibkan berjilbab bu. Jika ada yang berjilbab dan berlaku buruk, tentu ia sendiri yang salah bukan jilbabnya. Ya walaupun orang yang berjilbab belum tentu baik, namun bukan berarti ia harus melapas jilbabnya. Karena tentunya ketika orang yang telah berbuat dosa, maka ia tidak mau mendapat dosa yang lebih besar. Dan ketika orang tersebut berdosa karena berkelakuan buruk, maka tentunya ia tidak mau mendapat dosa yang lebih besar ketika ia tidak memakai jilbab. Dan ketika ia berjilbab dan belum baik, maka Insyaa Allah jilbabnya akan membuatnya menjadi lebih baik walau perlahan. Jika jilbabnya memang benar-benar sesuai aturan. Seperti halnya orang yang masuk ke dalam kubangan lumpur, ketika ia terus saja berada dalam kubangan lumpur tersebut dan mencoba untuk terus membersihkannya. Maka yang terjadi ia malah akan kotor lagi dan terus kotor dan semakin bertambah kotor. Namun ketika ia keluar dari kubangan lumpur tersebut dan mencoba membersihkan diri, maka tubuhnya akan bersih walaupun membersihkannya secara perlahan.” Jelasnya.

Setelah beberapa perbincangan, kamipun pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan yang sama-sama bahagia. Akupun jadi sadar akan beberapa kesalahanku tadi. Dan sekarang aku serta putriku mencoba untuk lebih bertakwa dan menedekatkan diri kepada Allah SWT. Agar kami dimudahkan dalam segala urusan dan tentunya dimudahkan untuk masuk ke dalam SyurgaNya. Kamipun kembali ke dalam rutinitas. Dan dianpun bahagia karena masih bisa bersekolah.

Semoga kisah ini mampu menginspirasi siswa siswi SMA sederajat yang akan lulus.

Maaf jika banyak kata dan cerita yang kurang sempurna dan maaf juga jika kisah ini terlalu panjang.

Wallahu A’lam Bishowab.

Penulis : Sofian Slamet Utomo


Previous
Next Post »